Minggu, 15 November 2015

Dunia Baru : Prolog : Erde dan Terra - Perang Welterde Pertama

Welt. Sebuah planet dari Galaksi Escudo yang berjarak trilyunan tahun cahaya dari Galaksi Bimasakti. Sebuah planet yang berada pada sistem tata surya dengan bintang Gandria sebagai pusatnya. Sebuah planet yang dikelilingi oleh dua satelit kembar bernama Hansel yang berwarna kuning kehijauan dan Gretel yang berwarna kuning kebiruan. Kedua satelit berbagi satu orbit yang sama sehingga kedua satelit ini saling berseberangan satu sama lain dan memberikan keseimbangan dalam keseluruhan iklim di Planet Welt.

Berabad-abad lamanya Ras Erde yang bijaksana berada di puncak rantai makanan Welt. Ras Erde memiliki fisik mirip seperti manusia, namun mereka berpostur yang lebih tinggi dan lebih ramping. Mereka meiliki warna kulit pucat atau abu-abu kecoklatan yang eksotis, dilengkapi dengan telinga yang panjang dan lancip. Warna mata dan warna rambut Ras Erde yang sangat bervariasi membuat mereka semakin berwarna dan rupawan. Kebijaksanaan Ras Erde membuat Welt menjadi sebuah planet indah dari antah berantah dengan penghuninya yang kaya akan budaya, kekayaan alam, mineral, makhluk hidup, legenda, mitos, dan ... Sihir. Ya, meskipun teknologi Erde masih setingkat teknologi abad pertengahan, namun mereka mampu menggunakan Sihir yang digunakan dalam segala aspek kehidupan.

Malam itu, adalah malam yang indah di daerah kutub selatan Welt yang banyak terdapat batu besar dengan rumput merah yang hanya bisa tumbuh di sela-sela bebatuan kutub selatan. Di atas rumput yang pendek dan lembut, sekelompok suku nomaden, Nomads yang tengah bermalam sedang asyik berpesta ria sambil memanggang hasil buruan yang mereka letakkan di atas api unggun raksasa. Di bawah langit pekat yang berjejal bintang-bintang, pria dan wanita suku Nomads menari mengelilingi api unggun raksasa yang sedang membakar buruan berupa 3 ekor bison buas besar dengan tiga tanduk. Mereka menari mengikuti alunan musik perkusi tradisional Nomads ditemani bintang-bintang dan dua satelit kembar Planet Welt yang sedang purnama sempurna. Hansel di Timur dan Gretel di Barat.

Ketika Nomads sedang larut dalam suka cita pesta, sebuah komet jingga turun dari langit tenggara. Awalnya tidak ada seorangpun yang menyadari kehadirannya, sampai salah seorang dari mereka melihat sekilas ke arah langit karena terlalu banyak minum. Sejenak ia kagum akan keindahannya, namun sedetik kemudian ia segera tersentak kaget dan teringat suatu ramalan yang diceritakan dari generasi ke generasi. Air mukanya berubah 180 derajat ketika melihat dengan seksama komet itu turun dari langit dan mendekat ke arah daratan. Pria itu bingung dan takut setengah mati, tubuhnya menggigil seolah-olah tak pernah terjadi pesta. Dalam kepanikan ia segera berteriak sekencang-kencangnya kepada seluruh rombongan :

"KOMET JINGGA ... KOMET JINGGAAAA !!!" kata orang itu memecah semarak pesta sambil lari terbirit-birit menuju tetua Nomads yang tengah duduk bersila menikmati pesta.
"Ramalan itu benar tetua, kita kedatangan komet jingga" ia berkata lagi di depan Tetua dengan raut muka panik sambil menunjuk ke arah langit diikuti Tetua adat dan seluruh penduduk Suku Nomads yang berdiri dari pesta dan melihat ke langit.
“Semua Bersiap !” Tak perlu berfikir terlalu lama bagi Tetua yang sudah berambut putih untuk segera menggerakkan seluruh Nomads untuk berperang.

Setelah perintah tetua dikumandangkan, gemuruh pesta tak lagi terasa, semua berubah menjadi aura waspada. Dalam sekejap mereka meninggalkan segala alat musik dan bergegas menuju tenda senjata. Baik pria, maupun wanita segera mengambil pedang, perisai, busur, anak panah, atau tongkat sihir sesuai keahlian mereka masing-masing dan mengenakan pakaian tempur. Segera mereka keluar dari tenda dan segera berkumpul di lokasi api unggun tempat tetua mereka berdiri.

"Kami sudah siap, Baron" seseorang ksatria armor besi dengan pedang besar dipunggungnya menghampiri tetua Nomads yang bergelar kebangsawanan Baron. Melalui kata-katanya tersirat jelas bahwa pria ini telah siap mati.

Tetua masih belum mengalihkan pandangan dari langit. Komet jingga yang ia lihat semakin besar, atau lebih tepatnya semakin dekat dengan lokasi perkemahan suku Nomads. Dengan tenang ia membuka sebuah buku sihir dengan sampul perak tebal di tangan kirinya, dan melafalkan mantra. Seketika itu, seluruh penduduk Nomads yang siap bertempur menerima Energi dari hasil pelafalan mantra dan tubuh mereka segera diselimuti aura berwarna perak. Tetua segera menutup buku tebal tersebut dan mengambil tongkat sihir dari tas pinggang kecilnya. Meski tasnya tidak terlalu besar, namun tongkat sihir yang keluar dari dalam sana sangat panjang, lebih tinggi dari tetua. Tongkat itu terbuat dari sejenis kayu dengan duri emas yang menonjol di puncak dan membentuk cakar sambil mencengkeram erat sebuah bola bening yang bersinar keperakan.

"Para pemuda ! Segera tinggalkan perkemahan bersama adik-adikmu, segera pergi menuju Altar Gott, biar kami orang dewasa di sini yang lebih berpengalaman menghalau Terra !" Dengan tegas, tetua memberi perintah untuk seluruh remaja Nomads. Bagi Ras Erde yang berumur sedikit lebih panjang dari manusia, masa remaja berakhir pada usia 20 tahun. Sehingga perintah ini berlaku bagi mereka yang berusia dibawahnya.
“Tetua, ijinkan kami bertarung juga ! Kami mampu mendukung barisan pertahanan !” Salah seorang pemuda berambut merah dengan keinginan kuat mengajukan diri untuk bertempur.
“Anakku, aku tidak pernah sekalipun meragukan kemampuan, tapi kumohon selamatkan masa depan seluruh Erde. Sekarang pergilah bersama adik-adikmu dan beritahukan pada Gott bahwa Terra telah tiba !” Tetua dengan tegas menolak.

Ketika tetua berbicara, tak ada satupun yang berani menolak perintahnya. Meski para Pemuda (remaja) Nomads mampu dan sangat ingin membantu bertarung, namun kata-kata tetua adalah mutlak untuk dipatuhi. Mereka segera pergi dari api unggun, mengumpulkan anak-anak dan segera pergi meninggalkan perkemahan.

"Segera bentuk formasi, panggil semua Spirit kalian, kerahkan semua peliharaan kalian ! Kita akan menyambut Terra di sini, pastikan kita menyambut mereka dengan meriah !" Tetua menyemangati seluruh Suku Nomads yang ikut berperang dan dengan segera mereka memanggil spirit mereka masing-masing yang memiliki berbagai macam bentuk dan spesies.

Tetua segera mengambil buku sihir kedua dari tas dan memanggil spirit miliknya. Sebuah lingkaran sihir warna emas tercipta setelah tetua membaca mantra dari buku sihir tua berwarna emas itu. Spirit yang terpanggil adalah seorang ksatria bersenjata pedang. Dengan jubah merah pekat yang berkibar tertiup angin dan baju zirah Naga emas, ksatria itu berjalan mendekati tetua.

"Lama tak jumpa Baron, ada urusan apa lagi kau memanggilku ?" ksatria emas bertanya dengan angkuh kepada tetua yang sibuk mengatur strategi terbaik untuk pejuang Nomads dan para spirit.
"Kita akan menyambut Terra" jawab tetua dengan senyum tipis sambil terus berfikir mengenai ribuan kemungkinan melawan Terra, bangsa dalam ramalan yang masih belum diketahui.
"Huhuhu … Sepertinya kali ini kau memanggilku untuk alasan yang menyenangkan. Baiklah Baron, sepertinya Welt sudah terlalu lama bercinta dengan perdamaian, ayo kita lakukan lagi seperti dulu, kau siap kan ?!" ksatria emas sangat antusias, belum pernah ia sebahagia ini sejak ia membuat kontrak.
"Tentu, aku harap kau masih ingat cara mengayun pedang" jawab tetua menyambut semangat spirit yang telah menemaninya dalam setiap pertempuran.
“Huuh … Aku tidak setua itu !”
Dengan senyum tegas diwajahnya, ksatria emas melangkah maju ke depan formasi sambil menarik pedang besar dari punggungnya. Dengan sigap ia berjalan menuju ke depan barisan pertahanan. Ia sejenak memandang komet yang kini terlihat seperti sebuah pulau besi besar yang melayang di atas tanah. Tentu saja tidak ada satupun Ras Erde yang tahu bahwa benda yang mereka kira sebagai pulau besi terbang Terra itu adalah Pesawat Induk Luar Angkasa milik Terra.

Setelah sampai ujung terdepan barisan pertahanan. Ksatria emas segera mengambil kuda-kuda. Pulau Besi Terra mendekat dalam jarak sekitar 1km di depannya. Ia memejamkan mata, mengangkat pedangnya tinggi ke langit sambil menarik napas dalam-dalam.
“HHEEEAAAAA !” Dalam satu hembusan nafas ia mengayunkan pedang besarnya sekuat tenaga ke arah pulau besi milik Terra yang kini berjarak 800 meter. Gelombang tebasan pedang berwarna emas bergerak secepat kilat membelah bebatuan lurus ke arah pulau besi Terra

DDUUUAAARRRARARAR !!!
Pulau besi melayang milik terra menerima tebsasan telak ksatria emas dan tak mampu menahan kerusakan. Ledakan yang fatal di bagian tengah membuat keseimbangan menjadi tidak stabil. Pulau itu jatuh di tanah 500 meter di depan barisan pertahanan Nomads. Meski menerika serangan langsung dan jatuh, namun Baron tidak sedikitpun menurunkan tingkat kewaspadaannya.

"Mundurlah kawan, isi manamu sejenak, sekarang giliranku dan anak-anakku" tetua berkata dengan ksatria emas melalui telepati antara pemanggil dan spirit. Ksatria emas paham dan sejenak mundur untuk mengisi mana.
"Segera buat Mana Shield untuk mendukung barisan depan ! Siapkan anak panah kalian, dengan aba-abaku serang apapun yang keluar dari sana !" komando tetua langsung diikuti oleh seluruh pasukan Nomads sesuai instruksi.

ZZIIIIIINNNK ...
Pulau besi itu terbuka. Dari dalam sana terlihat beberapa orang dengan ukuran tubuh yang lebih pendek dari Ras Erde berjalan keluar mengenakan pakaian berwarna hijau yang belum pernah mereka lihat. Mereka berkulit coklat dengan telinga kecil malangkung. Ya. Terra dalam ramalan Ras Erde tidak lain dan tidak bukan adalah Manusia Bumi yang berkelana mencari rumah kedua untuk pengganti Bumi yang berada diambang kehancuran.

Para pasukan Terra keluar dengan menggunakan topeng transparan yang terpasang menutupi seluruh wajah. Topeng itu berisi filter yang berfungsi untuk menyaring udara untuk bernafas. Mereka keluar membawa besi hitam panjang berwarna hitam yang mereka bawa di bahu. Ukurannya cukup besar dan memiliki lubang di ujungnya. Masih belum jelas benda apa itu, namun sudah bisa dipastikan bahwa benda itu adalah senjata Ras Terra. Sebagian pasukan lain membawa senjata hitam dengan ukuran lebih kecil yang mereka bawa dengan kedua tangan mereka. Setelah sebagian pasukan Terra keluar, beberapa kendaraan besi beroda tampak keluar dari pulau besi. Kendaraan ini sepenuhnya terbuat dari besi dan memiliki sebuah pipa yang menonjol ke depan. Masih belum jelas bagi Suku Nomads mengenai apa yang mereka lihat, namun, sebuah benda yang bergerak sendiri tanpa digerakkan oleh hewan, sihir atau Spirit terlihat sangat berbahaya bagi mereka. Setidaknya itulah yang insting mereka katakan.

Tetua yang mencium aroma berbahaya secara refleks segera merapal mantra dan membuat kubah Mana yang menutupi seluruh pasukan Nomads.

DOOR DOOR ...
Sedetik kemudian seluruh kendaraan besi Terra menembakkan isinya kearah pasukan Nomads secara bersamaan.

DUUUAAAARR !!!
Krrrraakakka ...
Perisai Mana yang tetua aktifkan retak di sana-sini akibat benturan dengan senjata dari Terra. Tetua segera merapal mantra dan meregenerasi shieldnya sekali lagi untuk memperkuat pertahanan.

"Hey Baron, kupikir cuma aku saja yang bisa melubangi Perisaimu" Ksatria emas segera berdiri dari meditasinya setelah pengisian mana selesai.
"Sejujurnya aku juga kaget dengan kekuatan kendaraan itu, ... Hey Naga sepertinya peperangan kita kali ini adalah peperangan yang paling melelahkan" Tetua tersenyum sambil mengeluarkan sebuah buku paling tebal dan paling tua yang ia miliki. Warnanya hitam pekat, lebih gelap dari warna langit malam ini.
"Jangan mati pak tua, kau berhutang banyak padaku setelah peperangan ini" Naga, sang kesatria emas segera bersiap di garis depan bersama pasukan pertahanan.
"Kau juga" Jawab tetua singkat.
"Kalau aku belum mati, aku akan terlihat lemah, jelek, dan tua seperti dirimu, Arzen ! Lebih baik aku menjadi buku, hahahhaa !" Jawab Naga sambil memanggil nama Tetua, Baron Arzen.

Tetua Arzen menutup mata, menarik nafas panjang dan dalam, kemudian menghembuskannya pelan-pelan. Ketika ia membuka matanya, mata yang lembut itu telah berubah menjadi mata pembunuh yang haus kemenangan. Ia bertekad untuk melindungi semua pemuda dan anak-anak Nomads yang kini tengah berusaha menyelamatkan diri ke kota terdekat.

Dengan seluruh kemantapan hati, Baron Arzen dengan tegas dan lantang memerintahkan seluruh pasukannya untuk "MAAAJUUUUUUU !!!!"


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Ehem ...
Gaes, besok-besok kalo liat garis patah-patah kayak diatas itu tuuh, tandanya chapter udah selesai dibaca. Jadi yg sekarang ini lagi kalian baca adalah Catatan Penulis :D
YEEY :D

Fiuh, Selamat Pagi kawan,
Tak terasa ya, sekarang hari senin tanggal 15-11-2015. Sebelumnya aku mau minta maaf buat temen2 semuanya, kalo minggu kemarin yang harusnya jadwal rilis prolog, malah gak jadi, soalnya masih brain-storming ide-ide soal mau dibawa kemana novel ini berjalan sampai ending.

Tapi Jujur aja ya Gaes, untuk menjadi penulis pro emang butuh ketekunan yg luar biasa, untuk duduk-duk trus konsen nulis itu godaannya banyak. Mulai dari urusan pekerjaan utama, urusan rumahan, urusan kantor, urusan game (ehem), sampai urusan dengan diri sendiri, yaitu MALES !

Yah, tujuan awal saya memang hanya untuk menyalurkan hobi saja, alasan lainnya adalah untuk sedikit berekspresi. Dan untuk mengabulkan itu, saya menulis Light Novel ini. Saya juga gak mau dibilang omdo (omong doang) oleh orang-orang yang sempat mendengarkan imajinasi saya dan saya sempat membual membuat LN kepada mereka. Oleh karena itu saya akan berusaha yak :)

Mengenai redaksi, seperti penggunaan tanda baca dan lain-lain, saya mohon maaf jika ada kesalahan, dan saya mohon kepada pembaca, jika menemukan kesalahan tsb, mohon memberitahukannya di kolom komentar :) Termasuk jika ada yang tidak dipahami, silahkan tanyakan saja di kolom komentar ya :)

Terimakasih banyak untuk temen2 pembaca, Semoga Menikmati karya saya untuk sekarang dan seterusnya :D


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Senin, 02 November 2015

Dunia Baru : Opening : Dunia Pelampiasan





Kami berharap dunia mimpi itu kelak akan menjadi nyata
Kami berharap dunia mimpi itu akan membawa kami pergi sangat jauh dari dunia ini
Yang tak ingin lagi kami anggap sebagai kenyataan


Jika dunia mimpi itu mengharuskan kami untuk tidur abadi
Kami tak akan menolak
Karena dunia mimpi itu
Adalah pelampiasan kami kepada dunia sejati


-BalanceBreaker-




- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -




Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ...

Yak, perkenalkan, saya Sofiyan Arif Kurniawan, panggil saja Sof, seorang pemuda yg beranjak tua :D Kalo mau kenal lebih dekat dengan saya boleh banget kok mampir ke blog personal saya di : sosofiyan.blogspot.com tapii uhm... maaf yak sekarang jarang banget update :v lebih tepatnya udah 2 bulan lebih, hehehe ...

Untuk saat ini saya sedang mencoba untuk membuat light novel (LN) dengan tema Game Online Virtual Reality (VR) dengan genre fantasy, scy-fi, action. Ide pembuatan LN ini tentu saja mirip seperti LN atau anime tentang VR yang sudah ada seperti Sword Art Online, Accel World, Log Horizon, Legendary Moonlight Sculptor, Ark, dll. Karena memang saya adalah penggemar anime & LN tersebut, maka saya akan coba untuk membuat cerita VR versi saya sendiri.

Kegiatan ini hanya untuk hobi & mengisi waktu semata dan tidak ada maksut untuk memperoleh profit. Namun jika suatu saat karya saya yang sederhana ini diapresiasi masyarakat, maka hal tersebut mungkin saja terjadi. Tentu saja ada keinginan untuk karya saya dibukukan & dipublikasikan, namun saya menyadari bahwa kualitas karya saya masih jauh dibawah penulis lain yg lebih berpengalaman dan lebih dulu terjun ke dunia tulis menulis :)

Saya berterima kasih kepada karya-karya LN dan anime yang saya sebutkan di atas, karena tanpa karya-karya tersebut, saya tidak akan tergerak untuk membuat cerita sendiri :) Saya harap pembaca bisa menikmati cerita ini :)

Terimakasih Banyak yak ...

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ...

Timika, 3 November 2015